Lelaki Buta Melihat Ka’bah-Waktu di Masjidil Haram sudah lewat tengah malam. Meski begitu suasana masih saja ramai. Lampu-lampu tetap berpendaran hingga suasana tak ubahnya seperti siang hari. Ribuan orang-orangpun terus mengalir ke luar masuk mejid.
Namun, di tengah hadirnya pemandangan yang nyaman itu, dari arah pintu masuk, tiba-tiba terdengar suara sedikit gaduh. Bunyi ketukan terdengar berirama di lantai masjid yang konon terbuat dari marmer Italy itu. Beberepa jama’ah tampak sibuk merayu untuk mengganden seseorang yang tengah berjalan dengan menggunakan tongkat. “Tawaf, tawaf, tawaf…?” kata seseorang jama’ah kepada lelaki itu.
Sekilas kalau dilihat dari warna kulit, model baju gamis, dan penutup kepala, lelaki itu kemungkinan berasal dari Sudan atau Negara Arika Utara lainnya. Badanny kurus dengan tinggi badan sekitar 175cm. namun yang mengejutkan adalah dia itu ternyata seorang tuna netra. Bunyi ketukan berirama yang terdengar tadi, ternyata berasal dari tumbukan tongkatnya dengan lantai atau pilar yang begitu banyak terpancang di Masjidil Haram. Lelaki itu menggunakan tongkatnya untuk mencari jalan.
“Tawaf, tawaf,” kata seorang jamaah berwajah Turki kepadanya. Lelaki itu tak langsung menjawabnya. Dia hanya menggumankan kalimat Alhamdulillah saja. Anehnya, ketika tangannya diraih untuk dituntun menuju tempat tawaf dia menolaknya. Rupanya dia ingin menuju Ka’bah dengan kemampuannya sendiri, tampa perlu dituntun atau digandeng jamaah lainnya.
Melihat itu, jamaah yang berada di dekatnya pun segera paham. Lelaki buta itu dibiarkan menuju Ka’bah sendirian. Dengan lagkah yang tenang, sembari mengetuk-ngetuk tongkatnya ia terus beringsut mendekat ke Ka’bah. Dia berjalan sangat yakin. Tongkat pemandu jalannya kadang terantuk tiang atau rak buku. Namun ia tetap maju sembari terus berzikir: “Allah, Allah,…”
Beberapa kali dia memang mengambil jalan yang salah. Dan, bila itu terjadi entah dari mana, ada saja jamaah yang menariknya kembali agar berjalan kea rah yang benar. Sesuai arah perjalannya diluruskan, maka lelaki buta itu selalu menyambutnya dengan zikir: Akhamdulillah. Selanjutnya, ketika dia merasa jalan yang akan ditempuh sudah tepat, maka dia melangkah kembali sembari terus mengumandangkan zikir.
Melihat pemandangan itu, tentu saja banyak jamaah yang mersa tersentuh hatinya. Bahkan, sebagian besar jamaah yang berada di dekatnya terlihat ikut menahan napas ketika dia menuruni undakan lantai masjid yang menuju pelantran tawaf. Semua merasa khawatir dia terjatuh. Apa lagi dia berulang kali menepis tangan jamaah yang hendak menuntunnya ke pelantaran tawaf.
Akibatnya, dia menuruni undakan lantai masjid sendirian dengan bermodal sebuah tongkat kayu berwarna coklat. Dengan pelan tapi pasti, dituruninya undakan pelantaran tawaf, yang meski tak terlalu tinggi namun bisa membuat cedera serius bila sampai terjatuh. Sekali lagi, lelaki itu tetap tidak peduli. Dia turuni undakan itu dengan sikap yakin walau dengan cara meraba melalui tongkatnya.
Dan benar saja, beberapa saat kemudian dia pun seuda berada di pelantaran Ka’bah. Semula dia terlihat kebingungan ketika harus menentukan tempat awal tawaf. Nah, untuk kali ini mungkin karena awal tawaf, seorang jamaah yang saat itu berada di dekatnya, langsung menuntunnya untuk menuju tempat awal tawaf. Anehnya, kini dia tak menolak. Bahkan, dengan muka yang riang, dia terima uluran tangan itu. “Alhamdulillah,” gumannya.
Namun, setelah sampai di tempat awal tawaf dia menepiskan tangan pemandunya. Rupanya kali ini dia ingin berjalan sendirian. Dan setelah mengangkat tangan ke arah Hajar Aswad dia pun mulai mengarungi pusaran tawaf.
Nah, pada titik itulah kemudian tampak wajahnya berubah terharu dan bahkan meneteskan air mata. Tanpa sadar, aku pun ikut menangis. Dan itu adalah air mata pertamaku di depan Ka’bah.
Cerita ini di kutib dari Muhammad Subarkah
0 komentar
Berkomentarlah dengan Bahasa yang Relevan dan Sopan.. #ThinkHIGH! ^_^