Tasbih Cinta Di langit Pesantren

Tasbih Cinta Di langit Pesantren - Awan berarak dilangit. Menggumpal membentuk awan hitam, langit yang kemaren-kemaren terlihat cerah. Hari ini bagaikan terciprat tinta kelabu. Bersiap menumpahkan isinya keseluruh jagat raya. Sang surya pun tak terlihat. Entah bersembunyi dimana. Seolah enggan menampakkan sinar ultravioletnya pada fatamorgana.

Pagi yang telihat begitu suram. Yidak membuat sebuah bus besar menghentikan lajunya. Seolah tidak ingin dikalahkan oleh suasana. Bus besar it uterus melaju membelah jalan kota. Dengan setia mengantarkan penumpang-penumpangnya sampai tujuan.

Tasbih Cinta Di langit Pesantren Rumaisya duduk termenung disamping jendela salah satu kursi bus besar itu. Membawanya pulang kekampung halamannya. Pandangan nya kosong, pikirannya menerawang entah kemana. Angin semilir melambai pelan rambutnya yang tergerai. Dia tetap bergeming, tanpa berniat menyibakkan rambutnya yang hamper menutupi matanya.

Masih terpikir didalam dibenaknya, pembicaraan dengan ayahnya di via telpon satu minggu yang lalu. “kakakmu sakit …! Kamu boleh menaruh kebencian sama ayah… Tapi kakakmu ! Tega kamu membiarkan kakakmu yang sedang sakit mencemaskan keadaan kamu setiap hari setiap malam…’ Ayahnya terdiam. Begitupun dengan Rumaisya, dia bisa mendengarkan desahan nafas ayahnya.“sekali ini saja… Ayah mohon pulanglah ! Demi kakakmu… atau kamu ingin melihat kakamu pergi selamanya dengan membawa kepedihan karena berpisah dengan orang yang disayanginya !”

Kata-kata terakhir ayahnya membuatnya tidak bisa tidur selama seminggu terakhir ini. Membuatnya sering termenung. Bahkan saat berkumpul dengan kawan-kawannya, sampai kemudian. Hari ini dia memutuskan pulang kekampung halamannya. Sepanjang perjalanan, pikiran terus berputar, kejadian dimasa lalu bagaikan sebuah rekaman yang berputar kembali dalam benaknya. Ada satu ruang direlung hatinya yang merasakan penyesalan saat mengingat semua kejadian itu
.
Saat dia dan kakak kembarnya, Humairah kelas 3 SMP, ibu yang sangat disayanginya meninggal dunia. Karena kanker yang dideritanya. Rumaisaya dan Humairah ialah anak kembar tunggal yang sangat dimanja oleh orang tuanya. Apapun yang diminta oleh mereka, semua akan dipenuhi oleh otang tuanya. Karena sangat tergantung dengan orang tuanyalah membuat mereka merasakan trauma berat saaty meninggal ibunya. Apalagi Rumaisya, dibandingkan dengan Humaira, Rumaisya lebih dekat dengan ibunya. Membuatnya lebih terpukul saat meninggal ibunya dibandingkan Humaira.

Mungkin ini salah satu kesalahan orang tuannya yang terlalu memanjakan dan menuruti semua kemauannya. Sehingga dia tidak pernah mengenal kata kesusahan. Dan saat dia merasakan semua itu. Dia menjadi rapuh. Terlalu berlebihan mengatasi kesusahan yang tidak pernah dia alaminya selama ini.

Dan semua itu berawal saat ayahnya menikah lagi, Rumaisya merasa perhatian ayahnya telah berkurang kepadanya. Membuatnya melakukan berbagai kenakalan untuk menarik perhatian ayahnya. Berbeda dengan kakaknya yang berhijab dan lebih Islami. Dia lebih suka memakai pakaian ketat dan memamerkan rambutnya. Ayahnya yang tidak tahu lagi bagaiman cara mengatasinya. Sampai suatu ketika, ayahnya begitu marah saat dia bolos sekolah dan malah pergi tawuran dengan teman-temannya. Diapun minggat dari rumah tanpa menyelesaikan sekolah SMAny dan pergi kekota.
Dan sekarang, sudah 2 tahun dia hidup sendiri dikota. Bukan sekali dua kali ayah dan kakaknya mengajaknya pulang, namun tidak pernah digubrisnya.

Ayahnya tetap memberikan pendidikan kepadanya. Mendaftarkan dia ke sebuah Universitas dikota. Menyewa sebuah rumah dilingkungan yang diperkirakan ayahnya lebih menjaganya. Mentransfer jutaan rupiah untuk biaya hidupnya. Entah apa yang merasukinya, membuatnya seolah buta dengan semua keadaan yang disekelilingnya.

Selama hidup jauh dari keluarganya. Hidupnya seperti onggokan mayat yang berjalan. Kuliah jarang masuk, sering pulang malam, merokok. Menggunakn uang yang dikirimkan ayahnya berfoya-foya dengan temanya. Semua itu dia lakukan untuk melampiaskan semua kesedihan hatinya. Bahkan kewajiban sebagai seorang muslim juga ditinggalkannya. Shalat lima waktu yang selalu di ingatkan kepadanya. Seolah hilang tanpa bekas. Pergi bersama kepergian almarhumah Ibunya.

Dan saat mendengar kakaknya sakit. Hatinya tidak tenang, pikirannya hanya pada kakaknya. Setelah ibu, orang yang paling sangat disayanginya adalah kakaknya. Dia tidak ingin merasakan kehilangan untuk ke-2 kalinya dalam hidupnya. Kehilangan ibunya saja sudah cukup membuat hidupnya trauma.

Rumaisya masih saja termenung dalam lamunannya, tanpa disadarinya bus telah berhenti diterminal tujuannya. Dia bangkit dari duduknya, berjalan turun dari bus. Rusmaisya mengedarkan pandangannya, mencari tumpangan yang bisa disewanya. Pandangan terjatuh kearah seseorang menyewa jasanya. Rumaisya terus berjalan menghampirinya. Menyadari seseorang menghampirinya. Tukang becak itu langsung bergerak.

“Becak dek…,” Rumaisya mengangguk dan langsung duduk dalam becak.
Becak terus berjalan dalam diam, pandangan Rumaisya menyapu jalanan yang sudah banyak berubah sejak ditinggalkannya dulu.Tukang becak itu menghentikan becaknya didepan sebuah kedai osongan. 
“Maaf ya Dek… Saya ingin membeli sesuatu dulu” Rumaisya masih saja membalas sengan sebuah anggukan.

Saat tukang becak itu turun dari becaknya. Ternyata dia berjalan menggunakan tongkat, kalau tukang becak itu cacat, lalu bagaimana dia mengayuh becaknya? Batin Rumaisya. Begitu banyak pertanyaan berkecamuk dihatinya. Namun dia tak berani mengutarakannya. Saat becak kembali berjalan. Rumaisya mencoba memalingkan wajahnya kebelakang. Dia langsung membekap mulutnya. Begitu terenyuh hatinya. Terkejut mendapati tukang becak itu mengayuh becak dengan kedua tangannya.

Menyadari penumpangnya melihat kearahnya, tukang becak itupun bertanya.“Kenapa Dek…”“eh…. tidak .. tidak apap-apa “Rumaisya berusaha menyembunyikan keterkejutannya. “Tidak pernah melihat tukang becak seperti saya ya..!”Lanjut tukang becak itu. Rumaisya masi terdiam. Begitupun dengan tukang becak itu. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. “Bapak tinggal dimana ? “Rumaisya memulai pembicaraan. Mencoba memecahkan keheningan.“Saya tinggal dibelakang komplek perumahan ini. Sebenarnya saya disini Cuma pendatang…” Jelasnya“ Adek ini baru pulang dari kota ya…? ”  Tanya tukang becak itu. “ Kok Bapak tahu….! “ “ Soalnya bus yang tadi itu sering pulang pergi dari sini kekota ! “ “oooo….. ““ Pasti kaget melihat tukang becak yang seperti saya “ ucapnya tiba-tiba “ Dulunya saya seorang tentara, karena sebuah kecelakaan….. yaa: Seperti inilah saya sekarang “ Dia terdiam, seolah sedang mengatur kata-kata yang tepat untuk melanjutkan ceritanya.

“ Tapi perlu kita tahu, setiap musibah yang Allah berikan kepada kita. Itu semua pasti mempunyai hikmahnya. Mungkin kalau saya masih jadi tentara sekarang. Saya malah akan jauh dari Allah. Sombong dengan semua kekayaan yang saya punya. Tidak pernah puas deng kenikmatan yang telah diberikan Allah. ”

Sesak dada Rumaisya mendengar penuturan tukang becak itu. Sebutir Kristal jatuh di pipinya yang putih bersih. Masih banyak orang diluar sana yang lebih menderita dibandingkan dengan saya. Tapi mereka sabar menghadapi semua itu. Sedang saya malah putus asa dengan semua cobaan yang diberikan Allah. Rumaisya terdiam dalam penyesalan.

Becak berhenti didepan sebuah rumah, Rumaisya turun dengan perasaan tidak menentu, malu, khawatir, takut, semua bercampur menjadi satu. Dengan ragu dia melangkah masuk perkarangan rumah yang luas itu. 

“ Rumaisya…..! “ Seorang wanita memanggil namanya.
Dia menoleh kearah asal suara, seorang wanita berjilbab dengan menggendong bayi berdiri diantara bunga-bunga yang sedang mekar ditaman depan rumah. Wanita itu tersenyum kearahnya, tanpa menunggu balasan, wanita itu  langsung memanggil suaminya.
“ Ayah….. Rumaisya datang… “ teriaknya semangat. Tak lama kemudian ayahnya keluar berjalan kearahnya dan langsung merengkuhnya dalam pelukannya. Rumaisya bergeming. Tanpa tanpa membalas pelukan ayahnya.“ Akhirnya kamu pulang Nak….” Ayah melepaskan pelukannya, memandang kearah Rumaisya.“ Ayo kita masuk…. Kakakmu sudah lama menunggumu “

Rumaisya berjalan mengikuti ayahnya. Saat kakinya melangkah masuk kamar kakaknya, pandangan yang begitu memilukan menyambutnya. Kakaknya terkulai lemah diatas ranjangnya. Silang infus, alat bantu penafasan, dan berbagai peralatan medis dipasang ditubuh kakanya. Kakaknya terlihat begitu kurus , penyakit itu telah menggerogoti tubuhnya. Air mata yang sedari tadi ditahannya. Menggelayut jatuh tak bisa dibendungnya. Kakinya seakan lumpuh tak mampu melangkah. Bayangan ibunya yang tergeletak diranjang rumah sakit 5 tahun silam kembali berputar dibenaknya.

Humaira yang menyadari kedatangan Rumaisya. Memandang lemah kearahnya, tersenyum pahit. “ Rumaisya ….” Panggilnya parau, suara kakaknya terdengar begitu memilukan ditelinganya. Dia langsung menghambur kearah kakaknya. Menanggis tersedu-sedu, tak mampu mengucapkan sepatah kata pun.“ jangan nangis ….” Tangan kakaknya begitu dingin. Rumaisya menggenggam erat tangan kakanya. Seakan-akan tak ingin melepaskannya lagi.“ Maafkan aku….” Suara Rumaisya tercekat.
“ Tidak…. Tidak ada yang harus dimaafkan….” Nafas Humaira tersengal-sengal, memaksakan diri berbicara.“ Semua gara-gara aku… kalau saja aku tidak mementingkan egoku…

Dan minggat dari rumah, mungkin… mungkin kakak tidak akan seperti ini… mungkin… aku bisa merawat kakak saat kakak sakit dan kakak tidak akan menderita begini karena aku…” Ucap Rumaisya cepat-cepat, seakan tak ingin membiarkan seorang pun menyelanya. Dia ingin menumpahkan semua kesalahannya selama ini.

“ Rumaisya…Nggak ada yang perlu ditangisi… sudah menjadi takdir kakak seperti ini…” Humaira terdiam. Berusaha mengambil nafas, sesekali dia batuk-batuk menahan sakit. Namun dia tetap melanjutkan. “ Jadilah… seperti Rumaisya…. Dalam kisah yang sering bunda ceritakan… sama kita.. sabar dan ihklas dalam menghadapi cobaan dan musibah… Bukan orang yang mudah putus asa…” Humaira memegang dadanya. Sakit dadanya membuatnya tak bisa melanjutkan kata-katanya.
Perih dihati Rumaisya mendengarkan kata-kata kakanya, air matanya terus mengalir. Dia sangat menyesal dengan apa yang telah diperbuatnya selama ini. “ Hiduplah dengan bahagia… selalu bermunajah dan berserah diri kepada Allah… Karena Allah tidak pernah meninggalkan hamba-hambanya.”
Setelah mengucapkan itu, nafas Humaira tersengal putus-putus. Kondisinya mulai tidak stabil, Humaira menggenggam erat tangan Rumaisya. Dan saat lafaz syahadat itu keluar dari lisanya. Tubuhnya mulai melemah, pengangannya ditangan Rumaisya mulai mengendur. Dan… jiwa itu pun telah pergi, dengan wajah yang tersenyum berseri, seakan dia sedang tertidur pulas dan bermimpi indah. Malaikat yang telah menunggu lama, telah membawanya pergi.

‘Kak… kakak “ Rumaisya memeluk kakaknya yang terkulai diranjang, mengerak-gerak tubuhnya. Berharap bisa membangunkan kembali kakaknya.“ Nggak mungkin….. Kakak… bangun. Kalu kakak marah…  marahin aja aku. Jangan diam seperti ini, jangan hokum aku seperti ini “ tangisannya pilu.

Ayahnya memengan bahunya, mencoba menenangkannya. “ Sudah… ihklaskan kakakmu… jangan sampai kakakmu lebih menderita lagi karena kamu seperti ini…” Suara ayahnya tercekat menahan nangis. Rumaisya memeluk ayahnya. Menangis tersedu-sedu dalam rengkuhannya. 

Ayahnya tak mampu menahan pilunya, Bidadari kecilnya yang selama ini jauh darinya, kini telah kembali. Namun semua itu harus dibanyar denagn melihat bidadari kecilnya yang satu lagi pergi meninggalkannya untuk sealamanya, menjadi bidadari Surga
Setelah acara pemakaman selesai. Rumaisya tetap bergeming disamping pusara kakaknya yang bersebelahan dengan pusara ibunya. Sesekali dia masih sesenggukan. “ayo kita pulang “ Ucap ibu tirinya, membelai lembut bahunya. Semua orang menghadiri pemakaman sudah pulang. Hanya tinggal mereka bertiga.

Rumaisya menatap ayahnya, mengabaikan ibu tirinya.“Antarkan aku tinggal ditempat kak Humaira mondok , Aku ingin tinggal disana… “ Ucapnya lirih. Gurat-gurat kesedihan masih terlihat jelas diwajahnya.“ Ya… baiklah, Ayah akan mengantarkanmu “ Ucap Ayahnya. Mereka bertiga pun pulang, meninggalkan kesunyian dipemakaman itu. Rumaisya dan ayah berdiri didepan sebuah gerbang besi. Gebang itu menjulang tinggi, melindungi bangunan dibelakangnya dengan kokoh. Rumaisya bisa melihat beberapa santri yang berjalan lalu lalang dibalik jeruji besi gerbang itu.

Ayah melangkah masuk, menyapa beberapa orang yang ditemuinya , Rumaisya mengikuti ayahnya dalam diam. Saat ayahnya berbica dengan beberapa Ustaz disana. Rumaisya mengedarkan pandangannya melihat-lihat pesantren itu. Beberapa santriwati yang lewat tersenyum kearahnya. Rumaisya merasakan kenyamanan yang tidak dirasakannya bersama teman-temannya di kota. Seolah ikatan persaudaraan sudah terjalin diantara mereka.

“Rumaisya …” Panggilan ayahnya membuyarkan lamunannya. Dia mengikuti ayahnya kekantor sekretariat dan mendaftarinya menjadi santri dipesantren Az Zahratul Qulub itu.Saat keluar dari kantor sektariat, mereka berpapapsan dengan dengan Ustaz Zahrul. Anak kiai pimpinan persantren itu. Sekaligus orang yang hendak ditunangkan dengan kakaknya. Rumaisya pernah melihatnya dipemakaman kakaknya.

Ustaz Zahrul tersenyum kearah mereka, berjalan menghampiri ayahnya dan menjabat tangannya. Saat Ustaz Zahrul memandang kearah Rumaisya pandangan mereka beradu. Rumasya langsung menunduk.Beristiqfar  dalam hati, bertekat untuk mengubah dirinya. Agar tidak selalu dibutakan oleh keindahan duniawi seperti yan g selalu dilakukannya dulu, sewaktu dikota.Setelah berbicara dengan ustaz Zahrul. Ayahnya pamit pulang.“ Ayah pulang dulu ya…. Nanti ayah akan kesini lagi “ Rumaisya. Mencium tangan ayahnya. Membiarkannya pergi, meninggalkan di pondok pesantren itu. Seorang santriwati mengajaknya masuk asrama. Asrama yang ditempatinya adalah asrama yang dulu ditempati oleh kakaknya.

Dimalam jum’at yang penuh rahmat itu. Semua santri larut dalam zikirnya. Didalam masjid pesantren semua merasakan kesedihan yang mengharu-biru. Mengingat semua kesilapan yang telah diperbuatnya. Tak ayalnya dengan Rumaisya, dia pun terisak dalam zikirnya. Bermunajah kepada sang ilahi Rabbi. Menyesali semua kesalahan yang telah dilakukannya selama ini. Dia ingin sekali bertemu dengan ayah dan ibu tirinya, berlutut memohon ampun atas kesalahannya.

Keesok harinya Rumaisaya diberitahukan bahwa dia diminta kerumah kiai. Rumaisya yang baru disitu, tidak tahu apa-apa, dia merasa tidak pernah melakukan kesalahan selama sampai disini. Dengan hati yang bimbang, dia berjalan kearah rumah kiai. Didepan rumah kiai dia kembali berpapasan dengan dengan ustaz Zahrul. Rumaisya kembali menundukkan pandangannya, entah megapa saat bertemu dengan ustaz Zahrul hatinya. Bergetar, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.Tak ingin larut dalam perasaannya, Rumaisya melangkah masuk rumah itu. Didalam rumah sudah ada ustazah Azizah, orang kepercayaan ummi.“ Assalamualaikum….” Ucap Rumaisya “ Walaikum salam…. Masuk “Rumaisya berjalan mendekat, memasuki ruang tamu yang luas itu.“ Ayo duduk….. “ ucapan ustazah Azizah, dengan ragu dia duduk disofa.“ Bagaimana ….? Betah disini ?  “ Tanya ustazah Azizah, memulai pembicaraan. ‘ Alhamdulillah ustazah ““ Saya turut berduka cita atas meninggalnya kakakmu. Dia orang yang sangat baik budi pekertinya, lembut tutur bahasanya….. dan dia juga suka membantu sesame… “

kemudian ustazah Azizah terdiam. Seakan mengenang kebersamaannya dengan Humaira, Rumaisya terdiam mendengarkan. “ Ah…. Sudahlah … ngomong-ngomong.. kamu telah bertemu dengan ustaz zahrul ? “Rumaisya merasa heran mendapatkan pertanyaan seperti itu.“ Sudah Ustazah…. “ ucap Rumaisya pelan.“ Mungkin kamu heran, kenapa saya bertanya seperti itu…’ dia memandang kearah Rumaisya. Kemudian melanjutkan kata-katanya.“ Almarhumah kakakmu pernah membuat janji dengan ustaz Zahrul… kalau dia meninggal , dia ingin kamu mengantikannya, menjadi istri ustaz Zahrul…Begitu terkejut Rumaisya mendengar penjelasan ustazah Azizah. Tidak mengira, inilah alasan dia dipanggil kesini.

Hari telah berlalu hari sejak pembicaraannya dengan ustazah Azizah. Hatinya begitu gelisah, dia jadi salah tingkah saat berpapasan dengan ustaz Zahrul. Tak bisa dipungkirinya, dia juaga menaruh hati kepada ustaz Zahrul. Namum dia merasa tak pantas menggantikan kakaknya. Untuk mengutarakan isi hatinya. Rumaisya pun mengirim sepucuk surat kepada ustaz Zahrul melalui ustazah Azizah.Assalamualaikum Wr. Wb. Kepada ustaz Zahrul yang saya hormati Sebelumnya saya mohon maaf karena telah lancang mengirim surat ini kepada ustaz. Surat ini hanya perantaraan lisan saya yang ingin meluruskan permasalahan diantara kita. Semua orang disini tahu siapa saya, dan siapa ustaz. Bagaikan langit dan bumi yang tidak pernah bisa disatukan.Mungkin ustaz telah telanjur berjanji dengan kakak saya untuk menikahi saya. Tapi semua itu bukan suatu paksaan yang perlu ustaz lakukan. Saya hanyalah seorang perempuan yang nista.

Yang baru saja menenukan cahaya yang terang dipesantren ini. Perempuan yang tidak mengerti tentang agama, bahkan tak seujung kukupun. Saya tidak pantas bersanding dengan ustaz yang begitu dimuliakan  banyak orang. Saya tidak ingin ustaz menyesal dikemudian hari. Saya tidak ingin anak-anak ustaz nantinya lahir dari Rahim seorang ibu yang hina, yang penuh bergelimang dosa. Saya bukan Rumaisya yang bisa dijadikan suri teladan seperti dalam kisah nabi. Wanita yang begitu teguh, dan begitu indah budi pekertinya. Biarlah saya hanya menitipkan surat cinta ini kepada Ilahi Rabbi. Karena hanya pada-Nyalah cinta yang kekal dan abadi. Carilah wanita muslimah yang lebih pantas menjadi bidadari surga, yang menyambut ustaz disurga kelak. Mudah-mudahan Allah selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada Ustaz. Wassalam. Rumaisya

Dengan linangan air mata, dia menulis surat itu. Dia tidak ingin ada orang lain lagi yang menderita karena ulahnya. Kalaupun mereka berjodoh, pastilah mereka akan bersatu dalam bahtera cinta.Saat semua orang telah terlelap dalam tidurnya, didalam masjid yang menjadi saksi bisu tangisan taubat seorang hamba. Rumaisya masih khusyuk dalam do’anya, menadahkan kedua tangannya. Memohon keampunan pada sang khalik.

“Ya Allah … Maafkanlah hamba yang hina ini. Hanya padamu hamba mengadukan diri. Jangan biarkan cinta hamba kepadanya melebihi cinta hamba pada-Mu.. hamba tidak ingin hanya karena Nafsu keindahan duniawi membuat hamba lupa akan diri-Mu. Hilangkanlah saja rasa cinta ini kepadanya kalau memang menjadi pehalang mahabbah hamba pada-Mu..” tangisnya Lafaz istiqfar tak henti dilafazkan. Dia semakin larut dalam do’anya.

Tanpa disadarinya, seseorang sedang memperhatikannya diambang pintu masjid. Menyaksikan kekusyukannya. Seseorang itu takjub melihat jiwa yang begitu tawazuk itu. Dia melangkah pelan menjauhi masjid. Tak ingin mengganggu pertemuan seorang hamba dengan Rabbnya itu.
Saat pagi datang menyambut. Semua santri kembali sibuk dengan tugasnya masing-masing. Rumaisya yang sedang ngobrol-ngobrol dengan temannya dikelas mendapat kabar bahagia. Karena kedatangan orang tuanya.

Dia bergegas ke aula penerimaan tamu. Begitu melihat orang tuanya. Dia langsung menghambur kearah ayahnya. Memeluk lutut ayahnya. Bersimpul memohon ampun atas kesalahannya selama ini. “ Maafkan Rumaisya Ayah … Rumaisya telah banyak berbuat salah sama ayah… Rumaisya telah menjadi anak durhaka ….. “tangisnya pilu. Ayahnya menangis haru, mengucap syukur kerena perubahan anaknya.“Sudah….tidak yang harus dimaafkan. Sekarang… yang ayah inginkan hanyalah kamu… Jangan pernah pergi lagi meninggalkan ayah dan ibumu…”

Saat mendengarkan kata-kata ibu, Rumaisya menoleh kearah wanita yang berdiri dibelakang ayahnya. Wanita itu tersenyum lembut kearahnya. Rumaisya menghampirinya dan memeluknya. Wanita yang selama ini selalu dihina dicaci makinya.“ Maafkan Rumaisya ibu…”“ Sudahlah Nak… Semuanya telah berlalu “ Dia membelai lembut Kepala Rumaisya.“ Assalamualaikum…..” Sebuah suara mengejutkan mereka.“ Ustaz Zahrul “ sapa Ayahnya.“ Maafkan saya kerena telah menggangu kalian “ Ucapnya

Ustaz Zahrul memandang kearah Rumaisya. Rumaisya yang sedari tadi menunduk menyadari pandangannya.“Mungkin ini saat yang tepat untuk mengutarakan semuanya.”Ucap Ustaz Zahrul. Kemudian dia melanjutkan“Rumaisya… didepan orang tuamu. Dibawah langit pesantren ini. Aku ingin mempersuntingmu menjadi bidadari surgaku…”

Saking terkejutnya mendengar perkataan ustaz Zahrul. Rumaisya memandang Ustaz Zahrul. Hatinya bedebar“Tapi….” “ Aku sudah membaca surat mu… “potong Ustaz Zahrul. “Semua orang punya masa lalu… punya kesalahan dan pernah melakukan dosa… Allah saja memaafkan hamba-hambanya… Kenapa saya yang hina ini tidak ?”

Semua terdiam mendengar penuturan Ustaz Zahrul.“ apakah kamu bersedia menerima aku sebagai imammu….?”Tanya ustaz Zahrul. Semua memandang kearah Rumaisya. Menunggu jawaban darinya... Dan.. dengan satu anggukan… sudah mengutarakan seluruh perasaannya. Rumaisya tersimpul malu. Dia bisa mendengar lirihan syukur Ustaz Zahrul.

Dibawah naungan suci inilah Rumaisya menentukan cintanya kepada Sang Ilahi Rabbi dan menemukan cinta sucinya.

Tasbih Cinta Di langit Pesantren
Item Reviewed: Tasbih Cinta Di langit Pesantren 9 out of 10 based on 10 ratings. 9 user reviews.
Emoticon? nyengir

Berkomentarlah dengan Bahasa yang Relevan dan Sopan.. #ThinkHIGH! ^_^

Komentar Terbaru

Just load it!