Dalam skema dapat dipahami, bahwa hadits dilihat dari segi kualitasnya terbagi menjadi dua macam yaitu hadits maqbul dan hadits mardud, hadits maqbul terbagi menjadi dua mutawatir dan ahad yang shahih dan hasan lidzatihi maupun lighairihi, sedang hadits mardud ada satu yaitu hadits dha’if.
Hadits mutawatir memberikan pengertian yakin bi al-qath’i bahwa Nabi Muhammad saw., bersabda, berbuat atau menyatakan ikrar (persetujuannya) di hadapan para sahabat, berdasarkan sumber-sumber yang banyak dan mustahil mereka bersama-sama sepakat untuk berbuat dusta kepada Rasulullah Saw., karena kebenaran sumber-sumbernya telah meyakinkan, maka hadits mutawatir ini harus diterima dan diamalkan tanpa perlu lagi mengadakan penelitian dan penyelidikan, baik terhadap sanad, maupun matannya.
Berbeda dengan hadits ahad, yang hanya memberikan pengertian (prasangka yang kuat kebenarannya) mengharuskan kepada kita untuk mengadakan penyelidikan, baik terhadap sanad maupun terhadap matannya, sehingga status ahad tersebut menjadi jelas, apakah bisa diterima sebagai hujjah atau ditolak.
KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN KUALITAS RAWINYA
A. Hadits Shahih
1. Pengertian hadits shahih
Menurut bahasa hadits shahih adalah lawan dari “saqim” artinya sehat lawan sakit. Sedangkan menurut istilah yang didefenisikan oleh ulama al-mutaakhirin hadits shahih adalah :
أما الحديث الصحيح فهوالحديث المسند الذي يتصل إسناده بنقل العد ل وا لظبط منتهاه ولايكون شاذا ولا معللا
“Hadis shahih adalah hadits yang bersambung sanadnya (sampai kepada Nabi), diriwayatkan oleh (periwayat) yang adil dan dhabit sampai akhir sanadnya, tidak terdapat kejanggalan (syadz) dan cacat (‘Illat)”.
Kesimpulannya hadits shahih adalah hadits yang muttashil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil dan dhabit (kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya selamat dari kejanggalan dan ‘illat.
2. Syarat-syarat hadits shahih
a. Sanadnya bersambung
Maksudnya adalah bahwa tiap-tiap perawi dalam sanad hadis menerima riwayat hadits dari perawi terdekat sebelumnya, keadaan itu berlangsung seperti itu sampai akhir sanad dari hadis itu. Jadi dapat dikatakan bahwa rengkaian para perawi hadis shahih sejak perawi terakhir sampai kepada para sahabat yang menerima hadis langsung dari nabi Muhammad saw bersambung dari periwatannya.
Persambungan sanad dalam periwayatan ada 2 macam lambang yang digunakan oleh para periwayat:
1)Pertemuan langsung (mubasyarah), seseorang bertatap muka langsung dengan syaikh yang menyampaikan periwayatan. Maka ia mendengar berita yang disampaikan atau melihat apa yang dilakukan. Seperti:
سمعت = aku mendengar
حدثني | أخبرني | حد ثنا | أخبرنا = memberitakan kepadaku/kami
رأيت فلانا = aku melihat si Fulan, dan lain-lain
Jika dalam periwayatan sanad hadits menggunakan kalimat tersebut atau sesamanya maka berarti sanad-nya muttashil (bersambung)
2)Pertemuan secara hukum (hukmi), seseorang meriwayatkan hadits dari seseorang yang hidup semasanya dengan ungkapan kata yang mungkin mendengar atau mungkin melihat. Misalnya:
قال فلان | عن فلان | فعل فلان = si Fulan berkata :..../ dari si Fulan / si Fulan melakukan begini
Persambungan sanad dalam ungkapan kata ini masih secara hukum, maka perlu penelitian lebih lanjut, sehingga dapat diketahui benar apakah ia bertemu dengan syaikhnya atau tidak.
Untuk mengetahui persambungan atau tidaknya suatu sanad dapat diperiksa melalui dua teknik:
1)Mengetahui orang yang diterima periwayatannya telah wafat sebelum atau sesudah perawi berusia dewasa. Untuk mengetahui hal ini harus dibaca terlebih dahulu biografi para perawi hadits dalam buku-buku Rijial Al-hadits atau Tawarikh Ar-Ruwah, terutama dari segi kelahiran dan kewafatannya.
2)Keterangan seorang perawi atau imam hadits bahwa seorang perawi bertemu atu tidak bertemu, mendengar atau tidak mendengar, melihat dengan orang yang menyampaikan periwayatan atau tidak melihat. Keterangan seorang perawi ini dijadikan saksi kuat yang memperjelas keberadaan sanad.
b. Perawinya adil
Kata adil menurut bahasa adalah lurus, tidak berat sebelah, tidak zhalim, tidak menyimpang, tulus, dan jujur.[ ] Sedangkan menurut istilah adalah orang yang konsisten (istiqomah) dalm beragama, baik akhlaknya, tidak fasik, dan tidak melakukan muru’ah.
Syarat-syaratnya adalah:
1). Baligh
2). Islam
3). Mukallaf
4). Melaksanakan ketentuan agama
5). Memelihara muru’ah
c. Perawinya dhabit
Kata dhabit menurut bahasa yang kokoh, yang kuat. Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, perawi yang dhabit adalah mereka yang kuat hafalannya terhadap segala sesuatu yang pernah didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut kepada orang lain. Dhabit terbagi dua macam yaitu dhabit Aa-sadr dan dhabit fi alkitab.
d. Tidak Syadz
Menurut Syafi’i Syadz adalah suatu hadits yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi lainyang lebih kuat atau lebih tsiqah.
e. Tidak ada ‘illat
Menurut bahasa ‘illat adalah penyakit, sebab, alasan, uzur, cacat, keburukan, dan kesalahan bacaan. Sedangkan menurut istilah suatu sebab yang tersembunyi atau samar-samar sehingga dapat merusak keabsahan suatu hadits padahal lahirnya selamat dari cacat tersebut.
Contoh hadits shahih :
ما أخرجه البخا رى قال حد ثنا مسدد حد ثنا معتمر قال : سمعت أبي قال : سمعت أنس بن مالك رضي الله عنه قال : كان النبي صلى الله عليه وسلم يقول : اللهم إني أعود بك من العجزوالكسل, والجبن والحرم, وأعود بك من فتنة المحيا والممات, وأعود بك من عد ا ب القبر
Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, ia berkata memberitakan kepada kami Musaddad, memberitakan kepada kami Mu’tamir ia berkata: Aku mendengar ayahku berkata: Aku mendengar Anas bin Malik berkata: Nabi Saw. berdoa: “Ya Allah sesungguhnya aku mohon perlindungan kepada Engkau dari sifat lemah, lelah, penakut, dan pikun. Aku mohon perlindungan kepada Engkau dari fitnah hidup dan mati dan aku mohon perlindnungan kepada Engkau dari azab kubur,”
Hadits di atas dinilai berkualitas shahih karena telah memenuhi 5 kriteria di atas, yaitu sebagai berikut:
a.Sanad-nya bersambung dari awal sampai akhir. Anas seorang sahabat yang mendengar hadits ini dari Nabi langsung. Sulaiman bin Tharkhan bapaknya Mu’tamir menegaskan dengan kata as-sama’ (mendengar) dari Anas. Demikian juga menegaskan dengan as-sama’ dari ayahnya. Mussadad syaikhnya Al-Bukhari juga menegaskan dengan kata as-sama’ dari Mu’tamir, sedang Al-Bukhari menegaskan pula dengan as-sama’ dari syaikhnya.
b.Semua para perawi dalam sanad hadits di atas menurut ulama al-jarhwa at-ta’dil telah memenuhi persyaratan adil dan dhabit. Anas bin Malik seorang sahabat semua semua sahabat bersifat adil. Sulaiman bin Tharkhan bapaknya Mu’tamir bersifat terpercaya dan ahli ibadah. Musaddad bin Musarhad memiliki titel terpercaya dan penghafal. Sedang Al-Bukhari Muhammad bin Isma’il, pemilik kita Ash-Shahih terkenal memiliki kecerdasan hafalan yang luar biasa dan menjadi Amir Al-Mu’minin fi Al-Hadits.
c.Hadits di atas tidak syadz, karena tidak bertentangan dengan periwayatan perawi lain yang lebih tsiqah.
d.Dan tidak terdapat ‘illah (ghayr mu’allal).
3. Macam-macam hadits shahih
a. Shahih li-dzati (shahih dengan sendirinya) ialah hadits yang tidak memenuhi secara sempurna persyaratan shahih khususnya yang berkaitan dengan ingatan atau hafalan perawi.
b. Shahih li-ghairihi (shahih karena yang lain) ialah hadits yang tidak memenuhi secara sempurna persyaratan hadits shahih akan tetapi naik derajatnya menjadi hadits shahih karena ada faktor pendukung yang dapat menutupi kekurangan yang ada di dalamnya. Ulama mendefinisikan :
هو ماكان رواته متأخراعن درجة الحا فظ الضا بط مع كونه مشهورا بالصدق حتى يكون حديثه
حسنا ثم وجد فيه من طريق اخر مساو لطريقه أوارجح ما يجبر ذالك القصورالواقع فيه
Yaitu hadits shahih karena adanya syahid atau mutabi’. Hadits ini semula merupakan hadits hasan, karena adanya mutabi’ dan syahid, maka kedudukannya berubah menjadi shahih li-Ghairihi.”
4. Kehujahan hadits shahih
Hadits yang telah memenuhi persyaratan hadits shahih dapat diamalkan sebagai hujjah atau dalil syara’ sesuai dengan ijma’ para ulama hadits dan sebagian ulama ushul dan fiqih. Hadits shahih lighayrih lebih tinggi derajatnya dari pada Hasan lidzati, tetapi lebih rendah dari pada shahih lidzati. Sekalipun demikian ketiganya dapat dijadikan hujah.
5. Tingkatan Shahih
Dari segi persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi 7 tingkatan, dari tingkat tertinggi sampai dengan tingkat yang terendah:
a.Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim;
b.Diriwayatkan oleh Al-Bukhari saja;
c.Diriwayatkan oleh Muslim saja;
d.Diriwayatkan oleh orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari dan Muslim;
e.Diriwayatkan oleh orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari saja;
f.Diriwayatkan oleh orang lain memenuhi persyaratan Muslim saja;
g.Hadits yang dinilai shahih menurut ulama hadits selain Al-Bukhari dan Muslim dan tidak mengikuti persyaratan keduanya, seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan lain-lain.
B. Hadits Hasan
1. Pengertian hadits hasan
Menurut bahasa kata hasan diambil kata al-husnu bermakna al-jamal yang artinya keindahan. Sedangkan menurut istilah ialah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh yang adil, kurang dhabit, tidak ada keganjilan (syadz), dan tidak ada ‘ilat. Sedangkan pengertian Hadits hasan dari para jumhur ulama adalah :
مالايكون في اسناده من يتهم بالكدب ولا يكون شاذا ويروى من غير وجه نحوه فى المعنى
Adalah hadits yang pada sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh dusta, tidak terdapat kejanggalan pada matannya dan hadits itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan maknanya.”
2. Syarat-syarat hadits hasan
a. Sanadnya bersambung;
b. Perawinya adil;
c. Perawinya dhabit tetapi ke-dhabit-annya di bawah ke-dhabit-an hadits shahih;
d. Tidak terdapat kejanggalan (syadz);
e. Tidak ada ‘ilat.
Contoh hadits hasan:
Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban dari Al-Hasan bin Urfah Al-Maharibi dari Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Saw. bersabda :
أعما ر أمتي ما بين الستين إلي السبعين وأقلم من يجوز دلك
“Usia umatku sekitar antara 60 sampai 70 tahun dan sedikit sekali yang melebihi demikian.”
Para perawi hadits di atas tsiqah semua kecuali Muhammad bin Amr dia adalah shaduq sangat benar. Oleh para ulama hadits nilai ta’dil sahduq tidak mencapai dhabit tamm sekalipun telah mencapai keadilan, ke-dhabit-annya kurang sedikit jika dibandingkan dengan ke-dhabit-an shahih seperti tsiqatun (terpercaya) dan sesamanya.
3. Macam-macam hadits hasan
a. Hadits Hasan Li-dzatihi
Adalah hadits yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhabit meskipun tidak sempurna, dari awal sanad hingga akhir sanad tanpa ada kejanggalan (syadz) dan cacat (‘Illat) yang merusak hadits.
b. Hadis Hasan Li-Ghairihi
Hadits yang pada sanadnya ada perawi yang tidak diketahui keahliannya, tetapi dia bukanlah orang yang terlalu banyak kesalahan dalam meriwayatkan hadits, kemudian ada riwayat dengan sanad lain yang bersesuaian dengan maknanya. Jumhur ulama muhaddisin memberikan definisi tentang hadist hasan li-Ghairihi sebagai berikut:
مالايخلوإسناده من مستور لم تتحقق أهليته وليس مغفلا. كثير الخطاء ولاظهرمنه سبب مفسق,
ويكون متن الحديث معروفا برويتة مثله أو نحوه من وجه آخر
Yaitu hadits hasan yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur (tak nyata keahliannya), bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikan fasik dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan periwayatan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain.
Hadist hasan li-Ghairihi pada dasarnya adalah hadits dha’if. Kemudian ada petunjuk lain yang menolongnya, sehingga ia meningkat menjadi hadits hasan. Jadi, sekiranya tidak ada yang menolong, maka hadits tersebut akan tetap berkualitas dha’if.
4. Kehujahan hadits hasan
Hadits hasan dapat dijadikan hujah walaupun kualitasnya di bawah hadits shahih. Semua fuqaha, sebagian Muhadditsin dan Ushuliyyin mengamalkannya kecuali sedikit dari kalangan orang yang sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan hadits (musyaddidin). Bahkan sebagian Muhadditsin yang mempermudah dalam persyaratan shahih (mutasahilin) memasukkannya ke dalam hadits shahih, seperti Al-Hakim, Ibnu hibban, dan Ibnu Khuzaimah.
C. Hadits Dhaif
1. Pengertian
Menurut bahasa dhaif artinya lemah lawan dari kata kuat. Sedangkan menurut istilah adalah :
الحديث الضعيف هو الحديث الذي لم يجمع صفات الحديث الصحيحولا صفات الحديث
“Hadits dha’if adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.
Semua hadis yang tidak memenuhi kriteria hadis shahih dan hadis hasan adalah hadis dhaif. Dengan begitu, sebab kedhaifan suatu hadis sangat bervariasi, baik dilihat dari sanadnya maupun matannya. Sebagian ulama menyatakan jumlah variasi itu mencapai lebih seratus macam. Dalam hal ini, perlu dikemukakan macam-macam hadis dhaif dilihat dari segi sanadnya, dari matannya, dan dari segi sanad dan matannya sekaligus, lengkap dengan namanya masing-masing.
Para ulama Muhadditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadis dari dua jurusan, yakni dari jurusan sanad dan jurusan matan.
Sebab-sebab tertolaknya hadis dari jurusan sanad adalah:
1.Terwujudnya cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilan maupun ke-dhabit- annya.
2. Ketidaksambungannya sanad, dikarenakan adalah seorang rawi atau lebih, yang digugurkan atau tidak bertemu satu sama lain.
Adapun cacat pada keadilan dan ke-dhabit-an rawi itu ada sepuluh macam, yaitu sebagai berikut:
1. Dusta
2. Tertuduh dusta
3. Fasik
4. Banyak salah
5. Lemah dalam menghafal
6. Menyalahi riwayat orang yang tsiqat (kepercayaan)
7. Banyak waham (buruk sangka)
8. Tidak diketahui identitasnya
9. Penganut bid’ah
10. Tidak baik hafalannya
2. Klasifikasi Hadits Dhaif Berdasarkan Cacat pada Rawi, baik Keadilan dan Ke-dhabit-an Rawi
a. Hadits Maudhu’Hadis maudhu’ adalah hadis yang dicipta serta dibuat oleh seseorang (pendusta), yang ciptaan itu dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. secara palsu dan dusta, baik disengaja maupun tidak.
b. Hadits Matruk
Hadis matruk adalah hadis yang pada sanadnya ada seorang rawi yang tertuduh dusta. Rawi yang tertuduh dusta adalah seorang rawi yang terkenal dalam pembicaraan sebagai pendusta, tetapi belum dapat dibuktikan bahwa ia sudah pernah berdusta dalam membuat hadis. Seorang perawi yang tertuduh dusta, bila ia bertobat dengan sungguh-sungguh, dapat diterima periwayatan hadisnya.
\
c.Hadits Munkar
Hadis munkar adalah hadis yang pada sanadnya terdapat rawi yang jelek kesalahannya, banyak kelengahannya atau tampak kefasikannya. Lawannya dinamakan ma’ruf.
d.Hadits Syadz
Hadis syadz adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang maqbul, yang menyalahi riwayat orang yang lebih utama darinya, baik karena jumlahnya lebih banyak ataupun lebih tinggi daya hafalnya.
e. Hadits Mu’allal
Mu’allal arti menurut bahasa adalah yang ditimpa penyakit. Sedangkan menurut istilah adalah hadis yang pada zahirnya baik, tetapi setelah diperiksa terdapat padanya hal-hal yang mencacatkannya.[13]Hadits mu’allal juga dinamai hadis Ma’lul atau Mu’all. ‘Illat (penyakit) hadis yaitu “Asbabun khafiyyun ghamidun qadihun fihi” sebab-sebab yang tersembunyi, sulit diketahui, dapat menjatuhkan derajat hadis.
f. Hadits Mudhtharib
Mudhtharab pada lughah ialah: yang goncang dan bergetar. Kegoncangan suatu hadis karena terjadi kontra antara satu hadis dengan hadis lain, berkualitas sama dan tidak dapat dipecahkan secara ilmiah. Menurut istilah hadis mudhtharib adalah hadis yang diriwayatkan pada beberapa segi yang berbeda, tetapi sama dalam kualitasnya. Di antara sebab idhthirab-nya suatu hadis adalah karena lemahnya daya ingat perawi dalam meriwayatkan hadis tersebut, sehingga terjadi kontra yang tak kunjung dapat diselesaikan solusinya.
g. Hadits Maqlub
Maqlub pada bahasa artinya yang dipalingkan, yang dibalikkan, yang ditukar, yang dirubah,yang terbalik. Adapun menurut istilah hadis maqlub adalah hadis yang terjadi padanyataqdim atau takhir, yakni (mendahulukan yang kemudian atau sebaliknya) pada sanad atau matan atau menggantinya dengan yang lain.
h. Hadits Munqalib
Munqalib menurut bahasa artinya yang berbalik atau yang berpaling. Sedangkan menurut istilah adalah hadis yang sebagian dari lafaz matannya terbalik karena si perawi, sehingga berubahlah maknanya. Hadits munqalib hampir sama dengan hadis maqlub, hanya saja kebanyakan ulama mengkhususkan munqalib apabila terjadi pembalikan lafaz dalam matan.
i. Hadits Mudraj
Mudraj secara bahasa adalah yang termasuk, yang tercampur, yang disisipkan. Sedangkan secara istilah adalah hadis yang asal sanadnya atau matannya tercampur dengan sesuatu yang bukan bagiannya.
j. Hadits Mushahhaf
Mushahhaf secara lughah artinya yang dirubah. Secara istilah adalah hadis yang terjadi padanya perbedaan dengan riwayat yang tsiqat (kepercayaan) yang lain, dengan mengubah satu huruf atau beberapa huruf serta tetap rupa tulisan yang asli.
k. Hadits Muharraf
Muharraf arti menurut bahasa adalah yang dipalingkan atau yang dirubah. Sedangkan menurut istilah adalah hadis yang harakat dan sukun dari huruf yang ada pada matan dan sanadnya berubah dari asalnya.
l. Hadits Muhmal
Muhmal menurut bahasa artinya yang dibiarkan, yang ditinggalkan, yang diacuhkan. Sedangkan menurut istilah adalah hadis yang diriwayatkan dari salah seorang yang serupa namanya, atau kuniyahnya, atau laqabnya, atau salah satu dari yang tersebut ini serta nama ayah, atau nama kakeknya, atau pada segala yang tersebut, sedang salah satu seorang dari dua orang yang serupa itu tidak kepercayaan.
m. Hadits Mubham
Mubham pada bahasa artinya hal yang tidak terang, yang tersembunyi. Adapun pada istilah adalah hadis yang pada matan atau sanadnya ada seorang yang tidak disebut namanya. Jadi mubham adalah tidak adanya penyebutan nama seorang perawi yang jelas, karena hanya disebutkan seorang laki-laki atau seorang perempuan saja tidak disebutkan nama jelas.
n.Hadits Majhul
Majhul pada lughah adalah yang tidak diketahui, yang tidak dikenal. Pada istilah hadis majhul adalah seorang perawi yang tidak dikenal jati diri dan identitasnya.
3. Klasifikasi Hadits Berdasarkan Gugurnya Rawi
a. Hadits Mu’allaq
Mu’allaq menurut bahasa adalah isim maf’ul yang berarti terikat dan tergantung. Sementara menurut istilah hadis mu’allaq adalah hadis yang seorang rawinya atau lebih gugur dari awal sanad secara berurutan.
b.Hadits Mu’dhal
Mu’dhal secara bahasa adalah sesuatu yang dibuat lemah dan lebih. Adapun menurut istilah muhaditsin, hadis mu’dhal adalah hadis yang ditengah sanadnya gugur (putus) dua orang rawi atau lebih secara berurutan.
c.Hadits Mursal
Mursal, menurut bahasa, isim maf’ul, yang berarti yang dilepaskan. Adapun hadis mursalmenurut istilah adalah hadis yang gugur rawi dari sanadnya setelah tabiin, baik tabiin besar maupun tabiin kecil. Seperti bila seorang tabiin mengatakan, “Rasulullah SAW. bersabda begini atau berbuat seperti ini.”
Seperti telah kita ketahui bahwa dalam hadis mursal itu, yang digugurkan adalah sahabat yang langsung menerima barita dari Rasulullah SAW., sedangkan yang menggugurkan dapat juga seorang tabiin. Oleh karena itu, ditinjau dari segi siapa yang menggugurkan dan segi sifat-sifat pengguguran hadis, hadis mursal terbagi pada mursal jali, mursal shahabi, dan mursal khafi.
1. Mursal Jali, yaitu bila pengguguran yang telah dilakukan oleh rawi (tabiin) jelas sekali, dapat diketahui oleh umum, bahwa orang yang menggugurkan itu tidak hidup sezaman dengan orang yang digugurkan yang mempunyai berita.
2. Mursal Shahabi, yaitu pemberitaan sahabt yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., tetapi ia tidak mendengar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan, karena pada saat Rasulullah hidup, ia masih kecil atau terakhir masuknya ke dalam agama Islam. Hadis mursal sahabi ini dianggap sahih karena pada galib-nya ia tiada meriwayatkan selain dari para sahabat, sedangkan para sahabat itu seluruhnya adil.
3. Mursal Khafi, yaitu hadis yang diriwayatkan tabiin, di mana tabiin yang meriwayatkan hidup sezaman dengan shahabi, tetapi ia tidak pernah mendengar sebuah hadis pun darinya.
d. Hadits Munqathi’
Hadis munqathi’ adalah hadis yang gugur seorang rawinya sebelum sahabat di satu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak barturut-turut.
e. Hadis Mudallas
Mudallas menurut bahasa artinya yang ditutup atau yang disamarkan. Menurut istilah adalah hadis yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadis itu tidak bernoda. Rawi yang berbuat demikian disebut mudallis. Hadis yang diriwayatkan oleh mudallis disebut hadis mudallas, dan perbuatannya disebut dengan tadlis.
D. Cara Meriwayatkan Hadits Dhaif dan Hukum Beramal dengannya
Hadits merupakan salah satu sumber hukum Islam, yang fungsinya menjelaskan, mengukuhkan dan 'melengkapi' firman Allah Swt yang terdapat dalam Al-Qur’an. Di antara berbagai macam hadits, ada istilah Hadits Dha'f. Secara umum Hadits itu ada tiga macam. Pertama, Hadits Shahih, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil, punya daya ingatan yang kuat, mempunyai sanad (mata rantai orang-orang yang meriwayatkan hadits) yang bersambung ke Rasulullah Saw, tidak memiliki kekurangan serta tidak Syadz (menyalahi aturan umum). Kedua, Hadits Hasan, yakni hadits yang tingkatannya berada di bawah Hadits Shahih, karena para periwayat hadits ini memiliki kualitas yang lebih rendah dari para perawi Hadits Shahih. Hadits ini dapat dijadikan sebagai dalil sebagaimana Hadits Shahih. Ketiga, Hadits Dha'if, yakni hadits yang bukan Shahih dan juga bukan Hasan, karena diriwayatkan oleh orang-orang yang tidak memenuhi persyaratan sebagai perawi hadits, atau para perawinya tidak mencapai tingkatan sebagai perawi Hadits Hasan. Hadits Dha'if ini terbagi menjadi dua. Pertama, ada riwayat lain yang dapat menghilangkan dari ke-dha'if-annya. Hadits semacam ini disebut Hadits Hasan li Ghairih, sehingga dapat diamalkan serta boleh dijadikan sebagai dalil syar'i. Kedua, hadits yang tetap dalam ke-dha'if-annya. Hal ini terjadi karena tidak ada riwayat lain yang menguatkan, atau karena para perawi hadits yang lain itu termasuk orang yang dicurigai sebagai pendusta, tidak kuat hafalannya atau fasiq. Dalam kategori yang kedua ini, para ulama mengatakan bahwa Hadits Dha'if hanya dapat diberlakukan dalam Fada'ilul amal, yakni setiap ketentuan yang tidak berhubungan dengan akidah, tafsir atau hukum, yakni hadits-hadits yang menjelaskan tentangtarghib wa tarhib (janji-janji dan ancaman Allah Swt).
Khusus hadits dhaif, maka para ulama hadits kelas berat semacam Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh digunakan dan menjadi hadits hasan li gahirih dengan beberapa syarat sebagai berikut:
1. Level kedhaifannya tidak parah.
Maka menurut para ulama, masih ada di antara hadits dhaif yang bisa dijadikan hujjah, asalkan bukan dalam perkara aqidah dan syariah (hukum halal haram). Hadits yang level kedhaifannya tidak terlalu parah, boleh digunakan untuk perkara fadahilul a’mal (keutamaan amal).
2. Berada dibawah Nash lain yang Shahih.
Maksudnya hadits yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai dasar dalam fadhailul a’mal, harus didampingi dengan hadits lainnya. Bahkan hadits lainnya itu harus shahih. Maka tidak boleh hadits dha’if jadi pokok, tetapi dia harus berada di bawah nash yang sudah shahih.
3. Ketika Mengamalkannya tidak boleh meyakini ke tsabitannya.
Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu, kita tidak boleh meyakini bahwa ini merupakan sabda Rasullulah SAW atau perbuatan beliau. Tetapi yang kita lakukan adalah bahwa kita masih menduga atas kepastian datangnya informasi ini dari Rasulullah SAW.
DAFTAR PUSTAKA
M. Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits. (Bandung : Pustaka Setia, 2010).
Majmu Fatawa Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah XVII: 23 & 25) yang juga dikutip oleh Ahmad Ihsan Dimyati, Studi Hadits, (Program Studi Pendidikan Islam Program pasca Sarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Jember, 2011).
Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996).
Mujiyo, Ulum Al-Hadits, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997).
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009).
Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra1999).
Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis, (Semarang: Rasail, 2007).
M.Fadlil Said, Alih Bahasa dari Kowaidul Asasiyah Fi Ilmi Mustholahul Hadits, (Surabaya: Al-Hidayah, 2007).
Mahmud Thohan, Ulumul Hadis Studi Kompleksitas Hadis Nabi, (Yogyakarta: Titian Ilahi Pres 1997).
Abdul Majid Khon, M.Ag, Ulumul Hadis, (Jakarta: Ahzam, 2008).
0 komentar
Berkomentarlah dengan Bahasa yang Relevan dan Sopan.. #ThinkHIGH! ^_^